Di sebuah hutan, tinggallah seekor burung, monyet, dan siput. Setiap pagi burung berkicau merdu, terbang ke sana kemari. Dia bebas mengepakkan sayapnya dan menjelajahi seisi hutan itu. Dia terlihat begitu bahagia. Si monyet pun demikian, ia tampak begitu lincah. Melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Hidupnya terlihat begitu mengasyikkan.
Lain halnya dengan siput, ia memandang iba pada dirinya sendiri. Dia menangisi dirinya yang terlahir tanpa sayap seperti yang burung miliki, dia menyayangkan dirinya yang tidak tercipta selincah monyet. Setiap hari siput hanya berdiam diri, meratapi nasib dan sesekali memandang indahnya hidup burung dan monyet.
Hingga kemudian, di suatu pagi…
Sang burung datang mengepakkan sayapnya sampai terengah-engah. Dia tampak begitu panik dan khawatir. Monyet yang merasa heran melihat tingkah burung yang berbeda dari biasanya pun menyapa burung seraya bertanya,
“Hai burung, ada apa? Mengapa kau terlihat begitu panik?”
“Hei monyet, aku mendengar berita buruk. Ada sekelompok manusia yang hendak menangkap semua hewan di hutan ini untuk diperjualbelikan.”
Siput yang turut mendengar jawaban dari burung tersentak, “hah, apa aku termasuk salah satu hewan yang akan di tangkap itu?”
“Ya siput, semua hewan termasuk kau!”